Cinta itu bukan soal kebersamaan apalagi memiliki.
Melainkan pada ingatan yang diletakkan di hati kita masing-masing, pun dalam do'a-do'a yang dipanjatkan dalam senyap.
Itulah kenapa, kalaupun kita tidak memiliki seseorang atau sesuatu,
tidak bersama dengannya, atau malah dibenci karena salah paham, perbedaan
atau memang simpel karena tidak suka (apapun alasan tidak suka itu),
kita tetap selalu bisa menyebutnya dengan kata CINTA.
Siapa yang meletakkan cintanya hanya di mata, maka hanya sampai disanalah awal dan akhir semua kisah.
Siapa yang meletakkan cintanya hanya di kaki dan tangan, maka hanya disanalah juga tempat terjauh yang bisa digapai.
Tapi barangsiapa yang meletakkan cintanya di hati, mematuhi aturan main dan senantiasa bersabar, maka dari sanalah semua kisah akan mekar bercahaya, wangi memesona.
Ingat baik2 rumus ini, sekali kita menganggap sesuatu/seseorang itu adalah 'my everything', maka ketika perasaan menikung tajam, terbanting hingga ke dasarnya, maka yang tersisa dalam hidup kita adalah 'nothing'.
Biasa-biasa saja, tidak perlu berlebihan.
Nasehat lama ini mungkin relevan buat siapapun.
Ada orang2 yang boleh jadi sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita.
Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang.
Toh, dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan.
Menerimanya dengan baik justeru membawa kedamaian.
"Cinta sejati selalu datang pada saat yang tepat, waktu yang tepat, dan tempat yang tepat.
Ia tidak pernah tersesat sepanjang kalian memiliki sesuatu. Apa sesuatu itu? Tentu saja bukan GPS, alat pelacak dan sebagainya, sesuatu itu adalah pemahaman yang baik bagaimana mengendalikan perasaan."
“Sendiri bukan berarti tidak bahagia. Bersama juga bisa berarti kesedihan.
Momen, tempat, orang dan caranyalah yang menentukan. Bukan sekadar soal sendiri atau bersamanya.”
*Tere Liye
Tidak ada komentar:
Posting Komentar